Ayam Bakar Guspur-abG :

Asian Best Grilledchicken.

MENU AYAM KRIUK :

Launcing menu AYAM KRIUK di abG.

WARALABA abG :

Sebuah peluang bisnis kuliner yang akan menjadi income tambahan anda.

ABG® | Ayam Bakar Guspur

ABG® | Ayam Bakar Guspur
Dijamin Nambah...
Diberdayakan oleh Blogger.

Info Kemitraan

Info Kemitraan
Pengin Punya Warung Makan Anti Ribet & dengan Lock Profite..?

Selamat datang di ABG

Datang ke Batam,alangkah tanpa kesan bila tidak mencoba mencicipi Ayam Kriuk...?
Satu outlet kami ,hanya 5 menit dari Bandara Hang Nadhiem..
Ruko Paradise Blok B no 1 Taman Raya - Depan TARAS (Taman Raya Square) Belian Batam Center Telpon 0778 7878 456
Outlet lain ada di MEGA KRIUK LEGENDA-Area pasar ,depan panggung Mega Legenda Batam
Kami tunggu kehadiran anda

TOTAL PENGUNJUNG AYAM KRIUK

FROM THE BLOG +

DIBALIK CERITA SUKSES AYAM KRIUK GUS PUR

GUSPUR,OWNER & FOUNDER AYAM KRIUK


Copy Paste dari
HARIAN POSMETRO BATAM
Minggu, 21 Nopember 2010 11:29

Honda Jazz hitam, rumah beton dan uang tunai yang kini dimilikinya, tentu tak sebanding dengan apa yang pernah didapat saat masih menjadi supplier kosmetik di Jawa. Namun demikian Purwanto atau yang akrab disapa Gus Pur mengaku lebih menikmati hidup dan tenang menjalani usaha rumah makannya di Batam.


“Ada ketenangan tersendiri, tidak seperti dulu, setiap hari kita ditarget uang dan dikejar waktu. Sampai-sampai kalender di rumah, mulai tanggal 1 sampai tanggal 31 sudah ada nominalnya semua, hari ini harus nyetor sekian puluh juta, besok sekian belas juta. Kalau tak tercapai, giro kita dibekukan dan kita tak boleh lagi ngambil barang,” ungkapnya mengenang saat masih menjadi supplier kosmetik.

Kini Gus Pur menjadi salah seorang dari sederetan nama pengusaha menengah yang sukses, Bahkan Rumah Makan Ayam KR1iiuuuuk (kriuk) yang semula hanya beroperasi di Kios Pemko Taman Raya, Batamcentre, kini telah memiliki cabang di Batubesar, tepatnya di Kriuk Corner 88, Jalan Hang Jebat nomor 88 Batu Besar, Nongsa.

Tapi siapa yang menyangka dibalik kesuksesannya saat ini, segudang kesulitan dan pahitnya hidup telah dilalui Gus pur dan istrinya Murni. Bahkan akibat kurang perhitungan dalam mengambil keputusan dan menentukan pilihan, Gus Pur mengaku hampir stress dan nyaris dilupakan oleh kedua putranya.
Pembaca POSMETRO ingin mengetahui kisah hidup pria berkacamata ini? Pertengahan pekan lalu, di kiosnya di Taman Raya, Novianto dan Haris Messa mendapat kesempatan mewawancarai Gus Pur. Berikut petikannya:

Kalau boleh tahu dari tahun berapa Anda memulai usaha di Batam?
Kalau di Batam sejak tahun 2005, sebelumnya pernah di Tanjungpinang.

Sebelum di Kepri, apa sudah pernah memiliki usaha di kota lain?
Dulu saat di Solo saya menjadi supplier kosmetik. Lumayanlah sudah punya mobil boks dua, untuk operasional. Perputaran uang pun lumayan gede, dalam sehari bisa mencapai Rp50 sampai Rp70 juta.

Lalu mengapa dihentikan?
Sebenarnya tak bermaksud dihentikan, tapi ya terpaksa berhenti, memang ada masalah dengan keuangan, jadi supplier kalau tak punya modal besar memang berat, karena menggunakan sistem giro berkala, tagihan itu setiap hari, jumlahnya bukan sedikit, puluhan juta. Kalau tak dibayarkan giro kita akan dibekukan, akibatnya kita kena denda dan tak bisa mengambil barang lagi. Sistem seperti inilah yang mulanya bikin saya habis-habisan sampai mobil saya jual satu. Lalu dengar cerita dari teman-teman yang bilang kalau harga cabe di Kepri khususnya Tanjungpinang itu mahal, saya tergiur. Untuk modal saya jual mobil satu lagi, uangnya langsung belikan cabe lalu saya berangkat dengan istri ke Tanjungpinang. Di Tanjungpinang tinggal di rumah saudara di Kampung Baru.

Bagaimana usahanya, lancar?
Ternyata tak semudah yang dibayangkan, pasar memang banyak, masuk memang mudah, tapi pemain cabe di Tanjungpinang semuanya pemain yang kompak. Jadi begitu ada pemain baru yang masuk seperti saya ini, para toke cabe itu berani jual rugi, misalnya cabe dibelinya perkilo Rp17 ribu, dia berani jual ke pedagang Rp14 ribu, ya kita yang pemain baru dan belum punya modal pasti kewalahan dan tak bisa ikut-ikutan, akhirnya cabe kita tak laku.

Cukup lama Anda main cabe di Tanjungpinang?
Tidak, paling hanya tiga bulan, tapi rumah, mobil, semuanya sudah tergadai, hutang saya hampir Rp500 juta di bank. Untung ada saudara yang mau beli aset-aset saya yang dianggunkan itu, akhirnya selesai juga hutang di bank.

Lalu kemana cabenya?
Ya itu, karena sudah dibayar di depan, cabe dari Jawa yang sudah saya beli datang terus setiap hari, tak bisa dihentikan karena memang sudah ada perjanjian per hari ngirim sekian ratus kilo. Akhirnya karena penjualan macet pedagang banyak yang nunggak, cabe-cabe itu menumpuklah di tempat tinggal saya. Tiap hari saya dan istri milihin cabe yang masih bagus dan yang sudah busuk dipisahkan, sampai panas semua tangan ini, wong seumur-umur tak pernah milih cabe. Yang masih bagus dijual juga ke pasar, kalau yang busuk ya dibuang.
Pahit kalau mau dikenang-kenang saat ‘main’ cabe. Setiap malam dan pagi saya sama istri harus jalan kaki dari Plantar KUD ke Kampung Baru pulang pergi, itu gara-gara tak punya duit buat naik angkot apalagi ojek, sampai dikejar-kejar anjing tengah malam. Tapi alhamdulillah istri saya orangnya sangat sabar dan tabah.

Karena benar-benar kasih lihat istri, akhirnya begitu dapat rezeki, saya langsung kredit motor seken. Astrea Star waktu itu. Kami juga tak jual cabe lagi. Setiap hari kami masuk-masuk ke perkampungan-perkampungan, bekalnya cangkul dan arit. Jadi begitu ada rumah yang di depannya ada pohon serai, saya langsung ketuk-ketuk pintunya, tanya pada pemilik rumah serainya dijual atau tidak. Kalau dijual yang kita beli, kita cangkul kita timbang, terus kita jual ke pasar.
Tapi ‘main’ seperti ini jelas tak mencukupi, jangankan untuk menopang hidup pas-pasan, untuk bisa makan sehari dua kali saja susah bukan main.

Terus bagaimana ceritanya kok bisa sampai ke Batam?
Itulah waktu jualan serai di lapak-lapak pasar itu, istri saya mungutin koran untuk alas dagangannya. Koran itu sudah lusuh, sangat lusuh, tapi entah mengapa dia terbaca iklan apa berita waktu itu dari Pesantren Al Fateh, Teluk Mata Ikan, Nongsa Batam. Isinya kira-kira beginilah, bagi yang mau makan gratis dan tinggal gratis tai harus belajar agama, bisa datang ke Pesantren Al Fateh. Ya saya dengan istri berembuk sejenak, dan akhirnya memilih ke sana juga, daripada kami tak makan di Tanjungpinang. Apalagi saat itu kondisi saya sudah sterss berat, rambut ini sudah rontok semua, hanya tinggal beberap helai lagi di kepala.

Punya uang buat ongkos ke Batam?
Punya setelah jual hape Ericsson Rp200 ribu, motor kreditan saya kembalikan, habis itu kami berangkat. Sampai di Punggur uang tinggal Rp50 ribu, mau naik taksi ke Al Fateh ongkosnya Rp50 ribu. Saya perokok berat, saya bisa sakit kepala kalau tak merokok, kalau uang itu saya bayarkan taksi semua, berarti saya tak bisa merokok, akhirnya mati-matian saya tawar harga taksinya sampai Rp40 ribu. Begitu tiba di Al Fateh, duit yang 10 ribu saya belikan rokok.

Memang bener dapat makan dan tinggal gratis?
Bener makan gratis, tinggal gratis, tapi tak seperti yang kita bayangkan. Makannya ya lauknya hanya itu-itu saja, daun ketela. Pohon ketela itu setiap hari kami petiin, hari pertama pucuknya, besok tengahnya, lusa bawahnya, sampai daun yang tua-tua pun dimasak, dijadikan bakwan, sayur ya pokoknya yang penting bisa dimakan.
Karena bosan dengan makanan itu, kami sering tak makan, kadang sampai tiga hari, minumnya hanya air keran saja, air mentah.
Ada lagi yang sampai saat ini saya tak bisa lupakan dan menjadi penyesalan tersendiri. Pernah uang di kantong hanya lima ribu perak, istri saya minta dibelikan pembalut. Tapi dasar saya itu orangnya kecanduan rokok, bukannya pembalut yang saya beli, malah rokok. Tapi itulah istri setia, dia sedikit pun tak marah dan tetap sabar.

Tak mencoba cari-cari kegiatan?
Istri saya akhirnya diterima bekerja di rumah makan, dia diberikan tempat tinggal. Saya jadi kuli gali pasir di Teluk Mata Ikan. lalu saya berpikir kalau tak keluar dari Al Fateh nasib saya tak akan berubah, ya akhirnya saya keluar dan tinggal di Masjid di Perumahan Taman Raya.
Saya bantu-bantu jadi kuli bangunan, dapat uang saya beliin kertas, map dan untuk fotocopy, saya bikin lamaran kerja. Karena tak ada uang, saya itu jalan kaki ngantar lamaran kerja, setiap perusahaan saya masukin lamaran, setiap hari saya jalan terus-jalan terus sampai ke Simpang Kuda Sei Panas jalan kaki, lalu sore baru pulang. Tapi tak ada satupun lamaran yang nyangkut.
Tak punya duit lagi, saya akhirnya memberanikan diri membantu-bantu pedagang ayam penyet warung tenda. Setiap malam saya dikasih Rp15 ribu, makan ditanggung, tugas saya bongkar pasang tenda sama melayan pelanggan.
Akhir 2005 yang punya warung tenda itu mau pulang kampung, warungnya mau dia jual seharga Rp7 juta. Ya saya cari-cari temen dan pinjam uang, warung itu saya beli. Dari situlah cikal bakal warung Kr1iiuuuuk ini.

Pernah nangis lagi setelah memiliki warung sendiri?
Alhamdulillah kalau nangis karena kesulitan ekonomi tidak, karena warung ini waktu saya beli memang sudah jadi, sudah ada pelanggannya. Tapi saya nangis karena saya dikhianati karyawan saya. Dulu ada seorang karyawan sudah cukup lama juga ikut dengan saya, tiba-tiba dia berhenti dan bikin warung ayam penyet tepat di depan warung saya, setiap pelanggan saya dipanggilnya, makan ditempat saya, itu yang bikin saya nangis, padahal tak pernah ada masalah diantara kami. Tapi itu tak berjalan lama, karena dia juga tergulung keadaan dan persaingan usaha.

Anak-anak bagaimana?
Nah, sedih juga ini kalau cerita anak-anak, sejak usaha saya macet di Solo, saya tak pernah kontak dengan anak-anak. Mereka tinggal di Pacitan, Jawa Timur bersama neneknya, jadi waktu usaha saya jatuh itu, jangankan mau ngirim uang, untuk nelepon nanyai kabar anak-anak saja saya tak punya uang. sampai-sampai ada seorang saudara SMS ke saya, katanya kamu sudah dilupakan oleh anak-anak kamu, kalau itu hati saya langsung mau meledak rasanya. Tapi mau diapakan lagi, mau nelepon saja saya tak punya uang, terpaksa pasrah saja.
Tapi begitu saya punya uang, saya pulang ke kampung, ternyata memang benar, anak say yang kedua itu manggil saya om, karena waktu saya tinggalkan dia masih berusia dua tahun, mungkin belum begitu kenal.

Kalau sekarang komunikasi dengan anak-anak bagaimana?
Bagus setiap hari saya nelepon mereka. Sebenarnya mau saya bawa ke Batam, tapi tak boleh sama neneknya, karen hanya mereka berdualah yang setiap hari yang bisa bikin hati ibu saya itu gembira terus.

Anda sekarang sudah bisa dikatakan berhasil dan sudah punya dua warung makan. Apa yang menjadi keinginan Anda kedepannya?
Kalau dibilang sukses saya kira belumlah. Alhamdulillah rezeki itu berjalan. Kalau keinginan saya ingin membuat beberapa cabang lagi, yang paling kuat sepertinya di daerah Batamcentre pusat, baru selepas itu kalau ada rezeki main ke mal-mal.

Ada masukan atau penyemangat bagi teman-teman pemilik usaha kecil dan menengah?
Ya hanya satu, kalau mau jadi macan, jangan main dengan kucing, mainlah dengan macan juga.***

BIODATA
Nama: Bagus Purwanto
Tempat Tanggal Lahir: Pacitan 21 Agustus 1973

Anak:
1. Balda Aufar Atturots
2. Azam Itishom Hablillah








 ***********************************************


Gus Pur, Pemilik Waralaba Ayam Kriuk




Kopas dari:http://tanjungpinangpos.co.id/2011/02/agar-tenar-teh-obeng-diberi-nama-”sumanto”/
NURALI MAHMUDI,TANJUNG PINANG POS,17-02-2011
Tanjungpinang

Bisnisnya waktu itu mengambil cabai dari Tanjungpinang dibawa ke Batam. Persaingan antar pedagang akhirnya membuatnya tersisih. Entah mengapa cabai yang sudah dipesan di Tanjungpinang ternyata tak juga datang di Batam. Ketika dicek ke Tanjungpinang, barang dagangannya busuk di dalam karung. Modal yang dipakainya pun habis tak tersisa.
“Waktu itu saya sama istri benar-benar pening. Akhirnya memutuskan hijrah ke Batam. Berharap ada harapan baru di sana,” katanya kepada Tanjungpinang Pos, beberapa waktu lalu saat berkunjung ke Tanjungpinang bersama sahabatnya Jubron Fahiro.
Di Batam, dengan modal ala kadarnya perantau asal Solo, Jawa Tengah ini bekerja bahu-membahu bersama sang istri. Ia memilih makanan. Tempat pertamanya ialah warung tenda kecil di dekat Perumahan Dotamana, Batam Center. Kegagalannya sewaktu bisnis cabai menimbulkan semangat untuk sukses. Ia belajar kepada orang-orang yang dianggapnya bisa membantu. Ketika bisnisnya baru tumbuh, ada kabar tempatnya akan digusur.
Tetapi itu tak membuat Gus Pur, begitu panggilan akrabnya patah semangat. Yang bisa dikerjakan hari itu dikerjakan, besok pasti ada jalan keluar, prinsipnya. Sejak awal ia sudah berpikir panjang, saat pedagang makanan sejenis bertabaran di sudut Batam. Jika biasanya warung tenda memasang merek Cak, Mas, Gus Pur dengan percaya diri membandrolnya dengan Gus Pur lengkapnya Ayam Kriuk Gus Pur.
“Awalnya ya sederhana saja, kesannya kok lebih bagus. Kalau Cak atau Mas sudah banyak, biar terkesan ningrat, padahal nama saya kan memang ada Gus-nya, kan?” kata Gus Pur tertawa.
Jurus yang jitu, pola pikir yang maju. Warung tendanya berkembang. Awal tahun 2008, pindah ke kios Taman Raya karena tendanya di tempat lama sudah tidak muat lagi. Kepada pelanggannya Gus Pur mengenalkan sambal ayam gorengnya sebagai cita rasa keraton.
Yang unik, teh obengnya diberi nama Sumanto. Padahal waktu itu Sumanto menjadi buah bibir karena menjadi manusia Indonesia pertama yang ketahuan makan daging mayat manusia.
“Harapan saya rasa teh obeng Gus Pur setenar Sumanto,” katanya. Nyleneh memang Gus Pur.
Ayak Goreng Kriuk Gus Pur maju pesat. Tahun 2009 mendapatkan hak paten dari HAKI. Ikon usahanya juga dibuat senyleneh mungkin, berupa seekor ayam berbaju batik dan berkacamata yang genit dan ganjen diapit Raja Ayam. Dan ini salah satu daya tarik, karena anak-anak yang lewat suka menunjuk-nunjuk gambar tersebut.
Soal rasa menjadi jaminan Gus Pur. Terbukti ia berani meminta Sisca Susanto, Ketua Asosiasi Franchise, Penulis Best Seller Boga, Peraih Record MURI, bintang iklan produk Boga serta memiliki jam terbang tinggi untuk pelatihan masak di tanah air sebagai konsultas rasa di restorannya.
Dengan empat gerai, tiga di antaranya membeli waralaba darinya, Gus Pur ingin kembali masuk ke Tanjungpinang. “Sudahlah, yang pening pening itu masa lalu. Semoga ke depan tetaplah Tanjungpinang yang sekarang Ibu Kota Provinsi Kepri,” sambungnya.
Seperti dicantumkan di website-nya, Gus Pur menggaransi pembeli waralaba usahanya akan mendapatkan kembali modalnya dalam tujuh bulan yang dapat dinalar dengan kalkulasi biaya dan pendapatan yang rasional.
“Boleh bincang-bincang dulu kok dengan saya, intinya kami menawarkan kemitraan yang sederhana dan tidak berbelit-belit,” jelasnya.***

Preview Rudi Chaerudin

Another Templates

matur suwun

YUK BISNIS AYAM KRIUK